Now Reading
Berkenalan dengan Profesor Eddy Hiariej, Saksi Ahli TKN dalam Pemilu Presiden 2019

Berkenalan dengan Profesor Eddy Hiariej, Saksi Ahli TKN dalam Pemilu Presiden 2019

Profesor Eddy Hiariej dihadirkan oleh tim kuasa hukum Jokowi-Maruf sebagai saksi ahli dalam Pemilu Presiden 2019.

Dalam sidang gugatan Pemilu Presiden 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Tim Kuasa Hukum Jokowi-Ma’ruf Amin menghadirkan dua orang ahli. Kedua saksi ahli tersebut ternyata mampu mencuri perhatian masyarakat Indonesia.  Keterangan yang mereka sampaikan dalam proses persidangan secara tidak langsung ikut mengedukasi masyarakat. Salah satu saksi ahli adalah Prof DR Edward Omar Sharif Hiariej, atau biasa dikenal dengan  Profesor Eddy Hiariej.

Dalam persidangan Pemilu Presiden 2019, kapasitas Eddy Hiariej sempat dipertanyakan

Ketua Tim Kuasa Hukum BPN, Bambang Widjojanto, mempertanyakan tentang keahlian yang dimiliki oleh Eddy Hiariej. Tidak hanya itu, Teuku Nasrullah yang menjadi salah satu anggota tim kuasa hukum Prabowo-Sandiaga, juga menyindir Edward Omar Sharif Hiariej. Dalam persidangan, Teuku menilai saksi ahli Eddy Hiariej merupakan kuasa hukum terselubung.

Menanggapi hal tersebut, Profesor Eddy Hiariej kemudian menjelaskan kapasitasnya sebagai seorang guru besar. Selain itu ia juga mengungkapkan bahwa semua keterangan tentang dirinya telah tertera di dalam CV yang ia lampirkan. Lalu siapa sebenarnya Profesor Eddy Hiariej?

1.Lahir di Maluku

Edward Omar Sharif Hiariej atau biasa dikenal sebagai Eddy Hiariej dilahirkan di Ambon, Maluku pada 10 Mei 1973. Eddy Hiariej menyelesaikan pendidikan S1 hingga S3nya di Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM). Saat ini Eddy Hiariej tinggal dan bekerja di Yogyakarta. Ia tinggal di Sleman, Yogyakarta dan bekerja sebagai Guru Besar (profesor) Ilmu Hukum UGM.

2. Meraih Predikat Guru Besar Hukum Pidana UGM di Usia Muda

Tim kuasa hukup Jokowi-Maruf menghadirkan Eddy Hiariej sebagai saksi ahli dalam persidangan sengketa Pemilu 2019. Memang bukan secara sembarangan Eddy dipilih. Ia merupakan Guru Besar Hukum Pidana di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM), Yogyakarta. Yang lebih hebat lagi, Eddy Hiariej juga meraih gelar Guru Besar pada usianya  yang terbilang masih muda.

Umumnya, gelar profesior diperoleh pada umur 40 tahun. Namun Eddy mendapatkan gelar profesornya di usia 37 tahun dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM). Perolehan tersebut menjadi salah satu prestasi sendiri yang dimiliki oleh Eddy.

“Saat SK guru besar saya turun, 1 September 2010, saya berusia 37 tahun. Waktu mengusulkan umur 36,” jelas pria kelahiran 10 April 1973 tersebut.

Prof Eddy merupakan guru besar UGM (balairungpress.com)

Seperti yang dilansir dari idntimes.com, Eddy mengatakan bahwa gelar profesor muda dikarenakan program doktoral yang ia tempuh lebih singkat. Ia mampu menyelesaikan program tersebut lebih singkat daripada mahasiswa lainnya.

 “Orang biasanya begitu sekolah doktor baru mulai riset, saya tidak. Saya sudah mengumpulkan bahan itu sejak saya short course di Prancis. 2001 saya sempat di Prancis 3 bulan. Di Strasbourg. Jadi saya katakan kepada pembimbing saya, Prof. Sugeng Istanto, ‘Prof, saya sudah punya bahan untuk disertasi’,” jelas Eddy.

3. Pelanggaran Berat HAM Jadi Tema Desertasinya

See Also

Draft pertama desertasinya selesai pertama kali pada bulan Maret 2008. Sebelumnya Eddy menjadi Asisten Wakil Rektor Kemahasiswaan UGM periode 2002 – 2007. Setelah selesai menjadi asisten, ia kemudian menyelesaikan draft desertasinya. Disertasi Eddy membahas soal penyimpangan asas legalitas dalam pelanggaran berat Hak Asasi Manusia (HAM).

“Jadi saya terdaftar sebagai mahasiswa doktor itu 7 Februari 2007, saya dinyatakan sebagai doktor 27 Februari 2009. 2 tahun 20 hari, dan memang Alhamdulillah rekor itu belum terpatahkan,” jelas Eddy Hiariej.

4. Pernah gagal masuk Fakultas Hukum

Kegagalan pasti sempat dialami oleh siapa saja, termasuk Profesor Eddy yang kini menjadi salah satu guru besar UGM. Eddy memang tertarik dalam dunia hukum sejak lama. Ketertarikannya tersebut juga dipicu dari pernyataan ayahnya. Mendiang ayahnya menganggap bahwa karakteristik Eddy cocok menjadi jaksa. Pernyataan tersebut yang kemudian menjadikan Eddy semakin semangat untuk belajar hukum.

jalan Eddy untuk masuk ke dunia hukum juga tergolong tidak mulus. ia bahkan sempat gagal masuk FH UGM. Di tahun 1992, begitu lulus SMA, Eddy Hiariej tidak langsung lulus Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Namun ia menganggur selama satu tahun, karena gagal dalam UMPTN. Namun di tahun berikutnya, ia berhasil masuk setelah belajar keras.

Nampaknya tepat jika Eddy Hiariej menjadi saksi ahli dalam sidang sengketa Pemilu Presiden 2019. Selain menjadi guru besar UGM, ia juga menjadi dosen di kampus tersebut.

© 2023 Denotasi | All Rights Reserved.

Scroll To Top