Home > Berita Hari Ini > PPDB Sistem Zonasi Dikritik, Ini Tanggapan Mendikbud
PPDB Sistem Zonasi Dikritik, Ini Tanggapan Mendikbud
Ini penjelasan Mendikbud soal PPDB Sistem Zonasi yang Banyak Menuai Kritik dari Masyarakat.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendi buka suara mengenai sistem zonasi yang dikritik banyak orang.
Muhadjir Efendi mengatakan bahwa sistem zonasi yang digunakan dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 merupakan jalan untuk menemukan solusi-solusi atas permasalahan pendidikan di Indonesia. Salah satunya yakni masalah ketidakmerataan guru.
“Zonasi ini untuk memperkecil, istilahnya itu men-close up masalah. Karena kalau petanya nasional itu buram. Tapi kalau kita pecah-pecah ke zona-zona itu jadi lebih tajam, lebih luas,” jelasnya.
Sistem Zonasi Memudahkan Pemerintah Daerah dalam Hal Meningkatkan Mutu Pendidikan
Dengan sistem zonasi, menurutnya, akhirnya banyak diketahui daerah-daerah yang belum memiliki sekolah memadai atau tidak cukup menampung siswa dari zona tersebut.
Jadi nantinya pemerintah daerah bisa sadar banyak sekolah yang perlu ditingkatkan mutunya.
Hal itu menurut Muhadjir hanya bisa dilakukan oleh pemerintah daerah.
“Karena uangnya ada di daerah, ya tinggal kita meminta mereka agar membenahi banyaknya kontroversi. Bahwa sudah banyak yang sadar bahwa di daerahnya sekolahnya masih belum sebagus seperti yang di dengung-dengungkan,” ujar Muhadjir.
Mengenai
kurangnya sekolah negeri di beberapa daerah, Muhadjir mengakui, hal ini menjadi
salah satu masalah dalam sistem zonasi. Sebab, tidak semua zona memiliki
sekolah negeri yang cukup untuk menampung siswa di wilayah tersebut.
Menurut Muhadjir, sistem ini justru juga akan mempermudah pemerintah memetakan
kebutuhan sekolah negeri baru.
“Jadi akan ketahuan nanti, kecamatan mana yang enggak ada SMP-nya atau hanya ada ada 1 SMA. Coba dulu-dulu kan enggak ada yang tahu itu, daerah tenang-tenang saja,” ujar Muhadjir.
Akibat PPDB sistem zonasi ini, banyak siswa yang tak tertampung sekolah negeri. Akhirnya mereka memilih masuk ke sekolah swasta.
Muhadjir mengatakan, kondisi ini justru bisa memaksa Pemda untuk meningkatkan kualitas sekolah swasta.
Dengan
demikian, kata dia, sekolah negeri dan swasta di setiap daerah mengalami
perbaikan dari segi infrastruktur dan kualitas pengajarannya.
“Tanggung jawab pemda untuk meng-upgrade sekolah swasta agar standar minimum
sekolah swasta dapat terpenuhi,” kata Muhadjir.
Muhadjir memahami dirinya menjadi target kekesalan masyarakat terhadap sistem zonasi ini.
Padahal, pihak yang seharusnya paling punya tanggung jawab besar adalah pemerintah daerah. Pemda punya tanggung jawab meningkatkan kualitas sekolah secara merata di wilayah masing-masing.
“Memang
yang disumpah serapah itu saya, tetapi yang bertanggung jawab, yang diprotes
itu ya daerah-daerahnya. Daerah harus menyadari, harus sadar, dan segera
bertindak untuk memenuhi layanan dasar kepada rakyat-rakyatnya,” ujar
Muhadjir.
Selain itu, Muhadjir mengatakan sistem zonasi juga menghapuskan kastanisasi
sekolah-sekolah. Menurut dia, istilah ‘sekolah favorit’ sudah usang.
“Saya mohon masyarakat mulai menyadari bahwa namanya era sekolah favorit
itu sudah selesai. Karena sekarang nggak ada sekolah yang isinya anak-anak
tertentu, terutama yang mereka yang dari proses passing grade, yang relatif
homogen. Nggak ada sekarang,” tegas Muhadjir.